Monday, August 20, 2018

Usaha Konstruksi Harus Bersiap Hadapi FTA Pengadaan Pemerintah

Usaha Jasa Konstruksi di Indonesia dinilai cukup kuat jika harus bersaing di pasar global, khususnya pengadaan barang/jasa pemerintah. Namun masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar mereka dapat mengungguli penyedia asing, diantaranya adalah masalah regulasi, sumber daya serta rantai pasok. Demikian kesimpulan yang diambil dalam diskusi panel bertajuk Strategi Pemerintah Bersama Penyedia Barang/Jasa dalam Menghadapi Free Trade Agreement on Government Procurement di Sektor Konstruksi, yang berlangsung Senin (06/08) di Gedung LKPP.

Hadir dalam forum tersebut Kepala LKPP Agus Prabowo, Plt. Sekretaris Utama LKPP Sarah Sadiqa, Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PU  PR Syarif Burhanuddi serta sejumlah praktisi dari perwakilan asosiasi pengusaha jasa konstruksi seperti Ketua Komite Kerjasama Luar Negeri LPJKN Sjahrial Ong, Ahmad Juhara Ketua Umum IAI, Wakil Ketua Umum PII Heru Dewanto serta

LPJKN (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional), INKINDO (Ikatan Nasional Konsultan Indonesia) , PII (Persatuan Insinyur Indonesia), hingga GAPENSI (Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia) dan IAI (Ikatan Arsitektur Indonesia).

Syarif memaparkan, ada sejumlah tantangan dalam menghadapi FTA yang harus dihadapi oleh Indonesia, diantaranya adalah kondisi regulasi dan kesiapan sumber daya, konsep kemitraan belum dilaksanakan secara luas, dan jumlah kontraktor spesialis sangat sedikit. Menurut data BPS, hanya 4,7% atau sekitar 5.925 kontraktor dari 126 ribu badan usaha yang terdaftar. Sebagai perbandingan, di Jepang, Inggris dan Amerika (59-72%) sedangkan di Cina (48%).

“Kontraktor kita harus dipersiapkan untuk bersaing dengan negara-negara di luar Indonesia, dan ini kita buktikan saat sekarang ini sudah banyak BUMN untuk melakukan hal tersebut  namun memang daya saing kita masih sangat rendah, ini tentu menjadi tantangan.” Papar Syarif.

Sektor  tenaga ahli juga masih menjadi kendala karena sebagian besar badan usaha belum memiliki tenaga ahli tetap yang kompeten karena kurangnya pembinaan. “Tenaga ahli bersertifikat bukan hanya untuk proses lelang tapi juga untuk bekerja, jadi diharapkan semakin banyak tenaga ahli bersertifikat,” tukasnya.

Selain itu, rantai pasok dan spesialisasi juga perlu didorong agar kontraktor dalam negeri lebih mampu bersaing dengan penyedia luar.  Saat ini hanya beberapa kontraktor saja yang mampu menembus pasar internasional, selebihnya hanya bermain di daerah masing-masing. “Yang harus dilakukan adalah mendorong pengembangan usaha rantai pasok. Meningkatkan daya saing, dan melaksanakan konsep kemitraan secara luas. Ke depan BUMN jangan dengan BUMN saja, ajak juga yang non BUMN. “ katanya.

Sementara itu,  Djuhara memandang, akses pasar bebas dapat memberikan sejumlah manfaat. Dengan membuka akses pasar keluar, maka pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah dapat mengikuti standar internasional yang bersih dan bebas korupsi. Selain itu iklim kompetisipun akan terbangun karena akan terbiasa bersaing secara adil. “Para stakeholder akan mendapatkan banyak pembelajaran. Dengan dibukanya pasar domestik melalui FTA, para pelaku PBJP domestik akan harus memahami bagaimana cara dan standar PBJP internasional. Sehingga dengan terbiasanya dengan “rule of the game” di internasional, para pelaku dapat lebih jeli dalam persaingan.”

Hal senada diungkapkan Zulkifli, ia memandang bagi INKINDO, FTA akan memberikan peluang untuk ikut berkompetisi secara internasional. “Apabila didorong FTA, maka akan terbuka kesempatan untuk menambah pengalaman melakukan di negara lain. “ ujarnya.

Agus mengatakan bahwa Free Trade Agreement merupakan era terbuka yang tidak bisa kita hindari. Market Access akan dibuka cepat atau lambat. Kontraktor asing dari beberapa negara akan diperbolehkan ikut tender, dan sebaliknya, kontraktor Indonesia juga dipersilakan mengikuti tender di negara lain. “Kekhawatiran selanjutnya, apakah kita akan serta merta tergilas? Saya yakin tidak, karena perusahaan asing yang ikut tender pasti mau tidak mau bekerjasama dengan perusahaan lokal,” imbuh Agus.

Ia menambahkan bahwa pengadaan adalah isu global. “Aturan makin sama, kaidah makin serupa, pemain punya standardisasi yang sama, kalau kita masuk arena internasional ya kita harus membuat standar kita internasional. Nomor satu yg diminta sekarang adalah anti fraud, bahkan Inggris, Amerika, Jepang mensyaratkan kontraktornya memegang itu,” pungkasnya

0 comments

Post a Comment

Pages