Monday, February 6, 2017

Rencana Kebutuhan Obat (RKO) dalam Pengadaan Barang

Rencana Kebutuhan Obat (RKO) yang diterima LKPP hingga saat ini merupakan perhitungan kebutuhan obat berdasarkan Kementerian Kesehatan. Akibatnya, proyeksi terhadap kebutuhan obat nasional sering kali meleset dan pelaksanaan pengadaan katalog menjadi terhambat. Dalam hal ini, Kementerian Kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dan BKKBN masih belum mengintegrasikan data kebutuhan obatnya.

Deputi Bidang Monitoring, Evaluasi, dan Pengembangan Sistem Informasi Sarah Sadiqa menjelaskan,  RKO yang diterima LKPP  merupakan usulan dari Kementerian Kesehatan. Namun demikian, ia mengharapkan Kementerian Kesehatan dapat menjadi konsolidator atas data kebutuhan obat nasional. Melalui kegiatan rekapituasi data RKO itu, diharapkan jumlah obat yang telah diajukan dan diproses dapat memenuhi seluruh pihak yang berkepentingan

“Itu yang sekarang kami sedang dorong ke Kementerian Kesehatan. Mereka harus bertindak sebagai konsolidator RKO, baik dari BPJS ataupun konteksnya alat kontrasepsi dari BKKBN,” ujar Sarah menerima kunjungan kerja DPRD Flores Timur di kantor LKPP.

Meskipun sebagian besar kebutuhan obat BPJS dan BKKBN sama dengan yang telah diusulkan Kementerian Kesehatan, lanjut Sarah, pemrosesan pengadaan melalui e-katalog oleh kedua instansi itu tidak dapat dilakukan. Sebab, data RKO yang telah masuk dan diproses hanya mencakup kebutuhan obat yang berasal dari perhitungan dan rekapitulasi Kementerian Kesehatan saja.

”Jadi, BPJS Kesehatan itu masih pegang RKO-nya sendiri, tidak dimasukkan menjadi satu dalam RKO-nya Kementerian Kesehatan. Akibatnya adalah ketika kami memproses, maka yang kami proses hanya Kementerian Kesehatan,” lanjutnya.

Berdasarkan data yang dirilis LKPP, hingga saat ini terdapat lebih dari 1.300 item obat yang telah dimasukkan ke dalam e-katalog, meliputi obat generik dan obat nama dagang.   Pada 29 September 2016 lalu, Kementerian Kesehatan pun kembali mengusulkan 107 item paket negosiasi dan 93 paket lelang kepada LKPP.

Bak pedang bermata dua. Menurut Sarah, pemrosesan pengadaan obat di luar Kementerian Kesehatan berpotensi mengurangi jatah obat yang sebelumnya telah diusulkan kementerian itu.

“Nah, ini yang mereka belum lakukan (menyampaikan data RKO-red). Kalau sekarang BPJS bilang nggak ada obat,  nggak bisa beli dari katalog, ya pantas, karena memang mereka tidak termasuk di dalam katalognya kami,” pungkasnya.

0 comments

Post a Comment

Pages