Wednesday, December 14, 2016

Celah Koruptor dalam Merampas Uang Rakyat Melalui Tender Pengadaan Barang/Jasa

Celah koruptor dalam menjalankan aksinya untuk merampas uang rakyat masih banyak terjadi. Terlebih dalam proyek-pemerintah yang terkait di dalam sektor pengadaan barang/jasa.

Sebab, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) masih mendapatkan banyak temuan terkait laporan adanya praktik persekongkolan serta kolusi tender pengadaan barang/jasa yang berimplikasi pada dugaan korupsi. Salah satu ladangnya adalah kegiatan pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintahan yang umumnya difasilitasi oleh pejabat pemerintah.

Setidaknya ada 15 aduan yang diterima dan kemudian ditindaklanjuti KPPU di sepanjang tahun ini dengan persekongkolan tender proyek infrastruktur menjadi kasus yang paling mendominasi.

"Di Indonesia kan banyak infrastruktur, itu terjadi banyak penyimpangan. Persaingan yang pura-pura," ujar Komisioner KPPU, Munrokhim Misanam, dalam detikcom, Selasa (13/12/2016). Dengan modus umumnya, lanjut Munrohim, adalah dengan menaikkan anggaran (markup) hingga 30 persen.

KPPU menyebut aksi persekongkolan dalam proyek infrastruktur ini telah tercium juga oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan, data KPPU dan penciuman KPK diklaim selaras dan menyebut sekitar 80 persen kasus korupsi merupakan tender proyek pemerintah, baik pusat maupun daerah.

"Kondisi ini terjadi karena difasilitasi, misalnya perusahaan yang sudah dijagokan. Sekali pun banyak melakukan kesalahan, tetap bisa diloloskan. Tapi yang tidak dijagokan, kesalahan sedikit saja langsung gugur," lanjutnya.

Belum lagi, persekongkolan antara perusahaan konstruksi dengan pemerintah meruncing pada manipulasi dana proyek yang berakibat pada ketidakefisienan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Munrokhim mengatakan, salah satu contoh kasus yang pernah diselidiki KPPU mengenai tender yakni proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Lelang e-KTP dimulai pada 2011. Kementerian Dalam Negeri mengumumkan Konsorsium PT PNRI sebagai pemenang dengan nilai tender Rp5,9 triliun.

Indonesian Corruption Watch (ICW) menyebut dalam proses lelang terjadi tiga kejanggalan. Pertama post bidding (perubahan dokumen penawaran setelah batas akhir pemasukan penawaran), penandatanganan kontrak pada masa sanggah banding, dan persaingan usaha tidak sehat.

Selain itu, LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah) menilai, kontrak itu ditanda tangani saat proses lelang tengah disanggah, oleh dua peserta lelang, Konsorsium Telkom dan Konsorsium Lintas Bumi Lestari.

LKPP menyarankan penandatanganan kontrak ditunda selesai masa sanggah banding. Sebab, sesuai pasal 82 Peraturan Presiden 54 tahun 2010 sanggahan banding menghentikan proses lelang. Tapi saran LKPP ini tak digubris.

Enam bulan kemudian, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan ada persekongkolan dalam tender penerapan KTP Berbasis NIK Nasional (e-KTP) Tahun 2011-2012. Pelakunya, menurut KPPU adalah Panitia Tender, Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), dan PT Astra Graphia Tbk.

"Dulu diputuskan di KPPU, tapi karena ada unsur gratifikasi maka kita serahkan ke KPK," ujar Munrokhim.

Selain proyek e-KTP, KPPU baru-baru ini juga mengungkap praktik persekongkolan tender dalam proyek infrastruktur. Praktik itu dilakukan dua kontraktor minyak dan gas bumi (migas) asing, Husky-CNOOC Madura Limited dan PT COSL INDO dalam pengadaan alat pengeboran untuk Blok Madura Sirait.

Menurut KPPU, dalam proses tender tersebut, Husky-CNOOC Madura mengundang PT ENSCO Sarida Offshore hanya sebagai formalitas untuk memenuhi kelaziman persyaratan tender. Padahal, COSL INDO juga dinilai tidak memenuhi persyaratan personil, dan adanya transaksi pasca-penawaran.

KPPU sebenarnya sudah menyarankan proses pengadaan barang dan jasa melalui proses tender secara elektronik untuk mencegah praktik persekongkolan ini.

Komisioner KPPU Sukarmi mengatakan, meski pengadaan barang dan jasa secara elektronik memiliki kendala, namun jauh lebih efektif untuk menekan terjadinya kecurangan.

Untuk diketahui, metode pemilihan penyedia barang/jasa secara elektronik yang sudah digunakan saat ini adalah e-lelang umum (e-regular tendering). Metode pemilihan lainnya akan diterapkan secara bertahap sesuai dengan pengembangan sistem dan aplikasi pengadaan elektronik serta kerangka hukum yang menopangnya.

"KPPU akan terus melakukan sosialisasi dan mengajak semua pihak untuk terus memperbaiki tender agar hadir proses yang transparan dan tidak ada diskriminasi," katanya.

0 comments

Post a Comment

Pages