Tuesday, February 27, 2018

Pemerintah Jalin Kemitraan dengan Penyedia, Agus Prabowo: Hidup Ini Adalah Jual-Beli Kepercayaan

Perubahan tren pengadaan pemerintah dari lelang menjadi e-purchasing tak menyurutkan oknum-oknum tertentu untuk melakukan praktik kecurangan. Meski ada perubahan dalam proses bisnis pengadaan, modifikasi atas modus-modus kecurangan melalui e-purchasing nyatanya masih dapat menjadi celah untuk melakukan praktik kejahatan.

Direktur Penanganan Permasalahan Hukum Setya Budi Arijanta mengungkapkan, praktik ijon yang sering kali ditemukan pada proyek-proyek lelang saat ini bahkan telah dimodifikasi dalam bentuk pemberian ongkos klik. Praktik kecurangan seperti ini dilakukan oleh penyedia untuk memuluskan kesepakatan transaksi pengadaan melalui e-purchasing.

“Kemarin kalau lelang ‘kan ada susu segar, sumbangan sukarela, setengah nggarong. Sekarang sandinya beda, ongkos nge-klik,” ujar Setya saat menjadi pembica pada acara bertajuk “ Membangun Partisipasi Dunia Usaha dalam Menata Pasar Pengadaan yang Bebas Korupsi” beberapa waktu yang lalu, di kantor LKPP.

Beberapa oknum PPK, bahkan, memberikan tekanan (intimidasi) secara tidak langsung dengan ancaman pembatalan transaksi atau mem-blacklist perusahaan yang tidak memberikan ongkos klik. Modus-modus kecurangan seperti ini pada akhirnya mendorong penyedia untuk mengikuti praktik kecurangan.

Dalam proses prakatalog, misalnya, penyedia yang terlibat dalam permainan kotor berkecenderungan melakukan mark-up pada proses negosiasi harga. Pada beberapa kasus, penyedia bahkan berupaya mendapatkan nilai keuntungan yang tinggi dengan memalsukan bukti-bukti struktur harga. Hal ini, menurut Setya, dapat berupa tindakan memanipulasi data ongkos produksi maupun pajak impor barang (PIB).

“Nah, PIB-nya nipu tadi tuh. Kenapa nipu? Karena ada spare untuk ongkos nge-klik, spare untuk ijon,” ungkap Setya.

Selain itu, beberapa oknum penyedia pun masih melakukan kecurangan dalam hal kodifikasi produk. Tindakan koruptif ini dilakukan oleh penyedia online shop dengan menerapkan selisih harga pada produk-produk  sejenis yang telah diatur kodifikasinya. Hal ini menyebabkan dua produk sejenis yang tayang di katalog seolah-olah merupakan produk yang berbeda.

“Barang yang sama itu dikodifikasi berbeda, ditambahani (a) atau titik (a), padahal sebenarnya laptop merek ini speknya sama,” imbuhnya.

Nahasnya lagi, pihak penyedia tidak melulu jujur dalam melayani pengadaan pemerintah. Setya menuturkan bahwa beberapa penyedia mengirimkan barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi produk yang dipesan. Bahkan, oknum penyedia berusaha mengelabui PPK dengan menempelkan stiker palsu pada produknya.

Kepala LKPP Agus Prabowo pun menekankan pentingnya membangun kepercayaan pada pola kemitraan pemerintah dan penyedia khususnya dalam pengembangan e-katalog. Hal ini, menurutnya, diperlukan dalam mendorong terwujudnya basis pengadaan yang akuntabel dan bersih dari praktik korupsi.

Agus meyakini, baik pemerintah maupun penyedia, tidak dapat bekerja secara sepihak dalam memperbaiki dan meningkatkan akuntabilitas e-katalog. Pasalnya, kedua belah pihak memiliki peran yang besar dalam menciptakan basis pengadaan yang bersih dan transparan, misalnya dalam hal kewajaran harga dan praktik pengadaan yang bebas korupsi

“Karena saya meyakini sebetulnya hidup ini adalah jual-beli kepercayaan saja. Kalau kita sudah hidup tanpa basis trust, wah, capek (dan) sia-sia hidup ini,” ujarnya.

Pada sesi gathering dengan penyedia itu pula, ia pun mengutarakan bagaimana Abdurrahman Wahid—atau yang akrab disapa Gusdur—pernah menyampaikan ungkapan kegetiran akan fenomena korupsi di Indonesia. Gusdur, lanjut Agus, dalam suatu sesi wawancara mengatakan bahwa korupsi sulit diberantas karena memberikan “manfaat”.

“Menurut saya, itu jawaban yang sangat cerdas, tetapi juga menggambarkan kegetiran. […] Bermanfaat, ngurus KTP bayar saja lah, cepat selesai. Jadi, tindakan korup kita itu “bermanfaat” (mempercepat dan mempermudah proses, tetapi dengan cara melanggar aturan-red). Nah, sekarang bayangkan kalau itu dilakukan secara kolektif, pasti runtuh negara!” ungkap Agus.


0 comments

Post a Comment

Pages